Pelatihan Pengembangan Buah Unggulan Indonesia
SIBOLANGIT - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dr Sofyan Tan mengingatkan agar petani buah jangan lagi mengkonversi lahannya untuk tanaman sawit. Karena ke depan petani-petani buah akan lebih sejahtera hidupnya dengan pengembangan buah unggulan nusantara melalui revolusi oranye.
"Ini saatnya petani-petani buah kaya dan sejahtera dengan pengembangan bibit buah unggulan nusantara," kata Sofyan Tan saat memberikan sambutan pada pembukaan Pelatihan Pengembangan Buah Unggulan Indonesia ; Startup Pengembangan Industri Bibit Buah Nusantara untuk Mendukung Program Nasional Revolusi Oranye di Hotel The Hill, Sibolangit, Sabtu, 4 Agustus 2018.
Kegiatan yang diselenggarakan berkat kerjasama Kemenristekdikti dan Pusat Kajian Hortikultura Tropika - LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB) ini diikuti 100 petani buah dan sayuran dari Deliserdang. Setiap peserta akan diberikan bibit buah nusantara ungulan yakni alpukat, durian dan jambu kristal. Para peneliti dari IPB juga memberikan pembekalan dan pelatihan bagaimana bisa mengembangkan dan memproduksi bibit buah unggulan tersebut agar dapat menjadi buah produksi yang sangat menguntungkan.
Sofyan Tan menjelaskan kondisi permasalahan sebelumnya mengapa petani buah masih belum sejahtera. Berdasarkan data penelitian dan pengembangan pertanian yang pernah dirilis Bdan Pusat Statistik (BPS), ada pengurangan jumlah lahan pertanian buah dan produksi buah setiap tahunnya. Pada 2015 ke 2016 ada penurunan luas tanam pertanian buah dari 27.705 hektar menjadi 25.550 hektar dan berakibat menurunnya produktivitas buah dari 1.347.286 ton menjadi 1.143.362 ton.
"Penurunan ini terjadi karena petani banyak beralih tanam sawit dan karet coklat. Pohon buah yang memiliki kayu seperti durian dan manggis ditebangi untuk dijual," ungkap Sofyan Tan.
Masa lah lain adalah serbuan buah-buahan impor yang tinggi jumlahnya.Hingga awal 2018 pasokan buah impor di Sumut menjadi 51.092 ton naik 48,19% dibanding 2017 berjumlah 34.476 ton. "Kita kalah dengan buah impor karena penampilan buahnya lebih bersih dan menarik," ujar Sofyan Tan.
Namun itu semua masa lalu menurut Sofyan Tan, karena saat ini ada program nasional revolusi oranye dimana para ahli dari perguruan tinggi negeri khususnya IPB sudah digandeng untuk menghasilkan bibit-bibit unggulan buah nusantara seperti hari ini yang akan diserahkan. Sebagai Anggota DPR dirinya ingin memastikan agar bibit jangan sekedar diserahkan lalu ditinggal pergi. Harus ada pelatihan dan pengembangan ke petani bagaimana agar bibit ungguan tersebut bisa berproduksi dengan baik sehingga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan petani.
"Kita mau lihat nanti begitu ini buah unggulan bagus hasilnya, dan bisa ditanam di sini (Sumut), Saya akan pakai dan beli bibit dari IPB dengan uang sendiri untuk bagi ke petani lain agar petani di sini makmur sejahtera," tantang Sofyan Tan kepada para peneliti dari IPB yang hadir saat itu.
Sofyan Tan sangat antusias petani buah akan menjadi lebih sejahtera ke depannya jika fokus dan sejalan dengan program revolusi oranye pemerintah nasional yakni mengembangkan varietas buah unggul yang sesuai dengan prefensi pasar, pengembangan industri pembibitan yang tepat varietas dan kualitas dengan skala industri. Lalu penerapan teknologi budidaya berbasis kawasan, pengembangan cold chain sistem dalam kegiatan logistik, pengembangan pasar domestik dan ekspor dan tumbuhnya agro industri buah tropis.
Perlu dipahami bahwa pasar konsumsi buah terbesar saat ini adalah kalangan menegah ke atas. Masyarakat sudah semakin sadar pentingnya mengkonsumsi buah setiap hari. Bahkan buah bukan saja untuk untuk kebutuhan kesehatan, tapi juga untuk kebutuhan kecantikan. Karena itu pasarnya semakin meluas dan bergeser ke kalangan menengah ke atas.
Negara lain seperti Singapura sudah memahami kondisi pasar buah. Karena itu mereka ambil bibit pisang unggulan dari Indonesia, dikembangkan dengan riset dan teknologi, dikawinkan secara silang hingga menghasikan pisang yang merah manis, dan kulitnya bersih tanpa bintik hitam dengan harga lima kali lipat dari pisang biasa. Sementara pisang kita meski rasanya masih jauh lebih enak namun kulitnya masih hitam dan kotor sehingga jarang menjadi pilihan masyarakat menengah ke atas meski harganya pun tergolong murah.
Jeruk di Malaysia warnanya cantik-cantik dan menarik meski rasanya masih kalah jauh dibanding jeruk Berastagi. Tapi jeruk Berastagi kulitnya masih belum bersih sehingga kalah bersaing di pasaran.
"Hal seperti ini yang perlu kita terapkan dalam revolusi oranye. Tugas dosen-dosen dan peneliti seperti dari IPB untuk mencarikan menghasilkan bibit-bibit berkualitas untuk disebar dan ditanam petani buah se Indonesia," kata Sofyan Tan.
Peneliti dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika - LPPM IPB Prof Y. Aris Purwanto membenarkan apa yang disampaikan Sofyan Tan. Banyak petani buah kenalannya saatnya sudah hidup sejahtera karena mengembangkan produksi buah nusantara unggulan. Saat ini pihaknya sedang berupaya mengubah maindset bahwa yang dihasilkan para petani di Indonesia saat ini bukan lagi disebut sebagai buah lokal, tapi buah nusantara. Penggunaan kata buah nusantara akan jauh lebih menjual di pasaran jika bersaing dengan buah impor. "Karena kalau pakai nama buah lokal bersaing dengan buah impor kesannya kalah kelas. Jadi kita pakai bahasa buah nusantara hari ini," ungkapnya. (RA)