
Sofyan Tan mengungkapkan dirinya pada usia 7 tahun pernah trauma dengan peristiwa kerusuhan yang bentimen Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) pada tahun 1965 yakni saat pemberontakan PKI. Hampir semua rumah-rumah orang Tionghoa di Sunggal dijarah dan dibakar kecuali rumah mereka.
"Saya dengar sayup-sayup dari luar, orang-orang di luar rumah saya teriak-teriak bilang 'ini rumah orang kita'. Lalu mereka pergi. Saat itu saya tidak tahu apa maksudnya," ungkap Sofyan Tan saat berbagi pengalaman hidup di hadapan ratusan siswa SMA Methodist El-Shadday.
Sofyan Tan baru menyadari maksud dari semua itu saat dirinya sudah duduk di bangku kuliah. Ketika itu bapaknya meninggal dunia dan banyak warga yang melayat silih berganti lintas agama dan etnis. Hampir semua yang datang mengatakan kepada Sofyan Tan bahwa orangtuanya selama ini hidup membaur di masyarakat. Karena itu banyak kawan dan saudara.
Menurutnya pembauran itulah yang selama ini menyelamatkan keluarganya. Pembauran merupakan salah satu nilai dari mengimplementasikan Pancasila.
Trauma yang sempat bergelayut di hati Sofyan Tan menumbuhkan rasa dendam dalam arti positif. Dia punya tekad bulat untuk membuat sebuah model pendidikan pembauran melalui sekolah yang didirikannya. Hanya melalui pendidikan, pola pikir masyarakat bisa berubah.
Siswanya sengaja dicari dari keluarga kurang mampu. Karena banyak keluarga miskin yang anak-anaknya tidak bersekolah. Ketika banyak anak yang tidak sekolah, maka masa depannya akan sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Saat tidak mendapatkan pekerjaan, maka akan dengan mudah terkena hasutan dan provokasi.
"Ini lah misi besar saya, mengubah sistem pendidikan nasional yang berpihak ke masyarakat miskin. Mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dengan hal-hal yang sederhana," ujar Anggota Komisi X itu.
Diakuinya butuh waktu 30 tahun untuk mewujudkan visi tersebut. Tidak selamanya bisa berhasil dengan mudah. Namun karena dirinya memegang teguh 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhnneka Tunggal Ika, kesuksesan akhirnya datang pada waktunya.
"Saya berhasil seperti sekarang karena memegang teguh dan mengimplementasikannya (4 Pilar Berbangsa dan Bernegara). Tidak putus asa meski hidup dalam kekurangan," ujar Sofyan Tan.
Pimpinan Perguruan Kristen Methodist El-Shadday Perbaungan Pdt Antonius Oky Chirstofa STh menyambut baik kegiatan sosialisasi 4 Pilar Berbangsa dan Bernegara di sekolah yang dipimpinnya. Besar harapannya ceramah dari Sofyan Tan dapat memperluas pengetahuan siswa dan guru tentang wawasan kebangsaan.
Dalam kesempatan itu dua siswa SMA Methodist El-Shadday Perbaungan Kelas 12 IPA yakni Raflesia dan Sinaga bertanya terkait visi besar serta cita-cita Sofyan Tan yang masih ingin diwujudkannya.
"Setelah menjadi Anggota DPR, apa cita-cita yang belum terwujud Pak?" tanya Sinaga.
Sofyan Tan pun dengan lugas menjawab dirinya punya keinginan membuat sebuah panti asuhan yang berdampingan dengan panti jompo. Agar penghuni kedua panti tersebut bisa saling melengkapi. Serta membuat sebuah rumah sakit yang bisa membuat masyarakat dan pasien yang berkunjung bahagia, bukan rumah sakit yang menambah beban pikiran dan penyakit.
(RA)