. Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dr
Sofyan Tan berbincang dengan anak-anak yang bermain di sekitar lokasi banjir.
Anak-anak tidak bisa sekolah karena rumahnya terendam air mulai dinihari, Selasa (7/11).
MEDAN – Anggota DPR RI
dari Fraksi PDI Perjuangan dr Sofyan Tan menyebutkan penggusuran masyarakat
pinggir Sungai Deli tidak akan menyelesaikan masalah banjir. Justru akan
menimbulkan masalah baru yakni diskriminasi kebijakan.
“Penggusuran bukan
solusi. Karena masyarakat sudah lahir dan besar di sini (pinggir sungai),” kata
Sofyan Tan saat meninjau banjir di Kampung Aur, Medan, Selasa (7/11).
Jika dipaksakan
dilakukan penataan dengan menggusur warga di bantaran sungai, maka harusnya
tidak berlaku diskriminatif. Semua bangunan dan gedung harus wajib digusur.
Jangan hanya rumah masyarakat kecil yang terkena dampaknya. Sementara pihak
pengembang perumahan serta gedung tinggi tak tersentuh.
“Kalau berdasarkan
undang-undang memang harusnya 20 meter dari sungai tak boleh ada bangunan. Nah
ini bukan hanya dilanggar oleh rakyat biasa, tapi pengusaha besar pun
juga ikut melanggarnya. Sehingga tidak bisa dicari jalan tengah. Karena kalau
rakyat yang kecil digusur tentu itu tak adil,” kata Sofyan Tan yang merupakan
Anggota DPR RI dari Dapil Sumut I Medan, Deliserdang, Serdangbedagai dan Tebing
Tinggi.
Sofyan Tan mengatakan
konsep penataan kawasan tepi sungai agar bebas dari banjir menurutnya harus
terpadu. Tidak bisa dilakukan hanya parsial oleh pihak di hilir saja. Salah
satu konsep yang baik adalah dengan menjadikan sungai sebagai kawan, bukan
lawan. Masyarakat yang terbiasa hidup di bantaran sungai harus menjadikan
sungai sebagai sahabatnya, bukan sebagai ancaman. Jika sudah dijadikan kawan,
maka harus sama-sama dijaga, setidaknya dari sampah dan kotoran. Jadikan sungai
sebagai teras rumah, bukan halaman belakang.
Selain itu harus ada
penanganan serius dari hulu untuk meremajakan kembali hutan di bukit-bukit dan
gunung-gunung. Saat ini debit air sungai semakin tinggi karena daerah resapan
air di hulu semakin berkurang. Sehingga semua air dari pegunungan melimpah ke
sungai yang sudah semakin dangkal dan sempit. Sofyan Tan juga meminta agar pintu
air kanal difungsikan sesuai dengan rencana pembangunan. Selama ini masyarakat
melihat kanal tidak berfungsi.
Dalam kesempatan itu,
Sofyan Tan membagikan 300 nasi bungkus untuk masyarakat korban banjir di
Kampung Aur. Nasi bungkus dibutuhkan warga karena banjir yang merendam dari
dini hari hingga siang membuat warga tidak bisa masak untuk sarapan dan makan
siang.
Lily, warga Kampung
Aur, Medan Maimun menyebutkan setuju dengan apa yang disampaikan Sofyan Tan.
Masyarakat bersedia jika pemerintah melakukan penataan. Namun bukan untuk
menggusur dan mengusir warga dari pinggir sungai. Kebijakan terkait penataan
sungai harus terbuka dan jelas konsepnya serta disosialisasikan ke warga.
“Jangan datang tiba-tiba langsung main ukur-ukur. Kami kan curiga apa mau digusur,”
ungkapnya.
Lily menyebutkan
banjir kali ini termasuk yang terbesar sepanjang tahun 2017. Karena sebelumnya
tidak sampai naik ke rumah yang di bagian atas. Karena itu mereka khawatir jika
hujan berkelanjutan, maka air akan semakin tinggi masuk ke rumah warga.
Arsini, warga Kampung
Aur, Medan Maimun lainnya menyebutkan yang dibutuhkan warga saat ini adalah
bantuan tenaga untuk membantu membersihkan lumpur usai banjir surut. Karena
jika hanya warga yang membersihkan rumah masing-masing tentu akan sangat sulit
dan makan waktu lama. Karena lumpurnya sangat banyak dan merendam jalanan. Dia
berharap komunitas-komunitas pencinta alam yang selama ini aktif buat kegiatan
di tepi sungai ikut turun membantu membersihkan.
(RA)