Berboncengan Sepeda Motor Tebar KIP

Anggota DPR RI dr Sofyan Tan rela berboncengan sepeda motor
untuk menemui masyarakat miskin yang belum mendapatkan KIP


Oleh: Rizal R Surya
 KEMARIN pagi, Jumat (15/9) jam baru menunjukkan angka de­lapan, telepon seluler (ponsel) yang terletak di atas meja berdering. De­ngan agak malas, kuhampiri pon­sel tersebut. Kulihat nama yang muncul di layar ‘Bang Sofyan Tan’.
“Pagi Zal,” demikian sapaan per­ta­ma dari anggota DPR RI Komisi X DPR RI ini.
“Kubaca di koran Analisa kema­rin (Rabu, 13/9), ada anak yang belum mendapat KIP (Kartu Indo­ne­sia Pintar). Tahu di mana ala­matnya. Di koran itu ada alamatnya tapi persisnya gak tahu,” lanjutnya.
“Oke bang ‘ntar kutanya yang buat berita. Ku WA (WhatsApp) nan­ti kalau ketemu,” ujarku.
“Maksudnya kalau awak gak sibuk ikutlah. Sudah lama kita gak turun,” ajaknya.
“Kalau pagi ini bisa bang. Karena siang ada rapat,” ujarku.
“Iya memang pagi ini saya sudah OTW (on the way), “ jawabnya.
Dari dulu kebiasaan Ketua De­wan Pembina Yayasan Pendi­dikan Sultan Iskandar Muda (YP­SIM) ini tak pernah berubah. Dia tidak per­nah diam dengan aktivitas so­sial­nya. Apalagi sejak menjadi ang­gota DPR RI, aktivitas sosialnya malah sema­kin menjadi-jadi. Ke­marin ia masih di Jakarta. Hari ini (Jumat-red), pagi-pagi sudah blu­sukan.
Setelah tanya sana-sini, ditam­bah kepastian dari google map, gambaran dari alamat tujuan yaitu Jalan Speksi No 97, Kelurahan Hel­vetia Timur, Kecamatan Helvetia, Medan, sudah diketahui. Menuju alamat tersebut bisa dari Jalan Skip kemudian ke Jalan Danau Sing­ka­rak atau dari Jalan Kapten Muslim ke Jalan Danau Singkarak. Jalan Speksi berada di pertengahan Jalan Danau Singkarak. Sesuai dengan namanya Jalan Speksi, jalan ter­sebut memang dibuat sebagai jalan inspeksi di sepanjang parit busuk.
Di sini muncul masalah. Jalan tersebut hanya cukup untuk satu kendaraan roda empat saja dan itu­pun tidak hanya beberapa ratus meter saja karena sebagian badan jalan longsor.
“Kita naik sepeda motor aja bang. Abang kubonceng,” ajakku. Kupi­kir ia menolak! Selain jalannya kurang bagus, udara cukup panas juga saat itu.
“Ayolah,” ajaknya dengan ber­semangat sambil duduk dibon­cengan. Jadilah kami berboncengan menuju alamat yang dicari. 
Di sepanjang jalan, warga yang dilewati tersenyum. Bahkan tidak sedikit yang menegur. Kupikir me­reka sekadar menyapa karena me­lihat orang ‘asing’ masuk ke kam­pungnya. Sekadar iseng kuberhenti­kan sepeda motor di depan salah seorang warga yang menyapa.
“Bapak kenal dengan bapak yang kubonceng ini,” tanyaku menguji.
“Ya kenallah pak. Bukankah bapak ini Sofyan Tan,” ujarnya po­los. “Kupikir bang mereka tadi se­kadar senyum dan menyapa, ru­pa­nya hingga di pelosok Medan pun masih ada yang kenal dengan abang,” ujarku pada Sofyan Tan.
“Jadi kamu pikir aku gak terkenal ya,” ucap Sofyan Tan berkelakar.
Setelah basa-basi kami melan­jutkan perjalanan mencari rumah tujuan. Tidak sulit mencari rumah di kawasan tersebut kalau tahu no­mornya sebab nomor rumah di Jalan Speksi itu ditulis besar-besar meng­gunakan cet semprot atau biasa orang menyebutnya ‘pilox’.
Di rumah nomor 97 kami disam­but seorang anak bersama Jelita (11). Dari pakaian yang dikenakan terlihat ia baru pulang dari sekolah. Kedua orangtuanya, Putra Perto­longan Gowasa (36) dan Yutiani Talunohi (36) tidak di rumah.
“Bapak dan mamak sedang ker­ja,” ujar Yutiani. Putra Perto­longan Gowasa merupakan seorang pe­ngemudi becak. Sedangkan Yutiani Talunohi, tukang cuci pakaian.
Selain Yutini, pasangan tersebut punya empat anak lain yakni Priska (15), Marni (14), Immanuel (6), dan Nehemia (4). Di rumah itu juga tinggal sepasang kakek-nenek me­reka yang sudah uzur. Bahkan si kakek sudah lumpuh sehingga harus menggunakan kursi roda kalau ingin bergerak
Rumah yang menghadap parit busuk itu sendiri sangat mempriha­tinkan. Memang terbuat dari bata seluruhnya. Namun belum diplester sehingga rumah itu berwarna bata. Masuk ke rumah kondisinya lebih memprihatinkan lagi. Salah satu kamar,  atapnya roboh sehingga ti­dak bisa dipergu­nakan. Jadi rumah itu hanya memiliki dua kamar yang tiap kamarnya tidak berpintu. Melihat jumlah penghuni yang demikian banyak, mau tidak mau harus ada yang tidur di ruang tengah yang kondisinya sangat jauh dari baik.
Anehnya dengan kondisi yang demikian memprihatinkan, mereka lolos dari ‘pantauan’ pemerintahan setempat hingga tidak memperoleh KIP. “Saya, kakak dan adik tidak punya KIP,” ujar Jutini polos.
Karena kedua orangtua tidak ada, Sofyan Tan hanya bisa men­catat di mana anak-anak tersebut berseko­lah. “Coba adik tulis di ma­na kamu dan kakak serta adik seko­lah,” ujar Softan Tan pada Yutini.
Menurut Sofyan Tan, ia akan men­­datangi sekolah anak-anak ter­sebut agar bisa segera mendapat KIP. “Bagaimanapun saya harus minta tangan kepala sekolah se­ba­gai syarat memperoleh KIP,” ujar­nya.
Menurutnya, masih banyak ke­luarga yang harusnya mempe­roleh KIP dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) namun tidak dapat. “Entah kesalahan siapa ini. Namun bagi saya yang penting kalau tahu in­formasi akan saya datangi,” ung­kapnya.
Di samping itu lanjutnya, masih ada jatah beasiswa bagi mahasiswa bidik misi yang masih lowong. “Bea­siswa ini untuk mahasiswa miskin terutama yang pintar,” ung­kapnya.
Ketika kami pulang dari rumah tersebut semakin banyak warga yang menyapa. Bukan hanya me­nyapa mereka menyampaikan kelu­hannya. Tanpa merasa risih Sofyan Tan memberikan nomor ponselnya pada mereka.
“Kalian SMS saja kalau ada masalah terutama masalah pendi­dikan,” ujarnya.
sumber : http://harian.analisadaily.com/mobile/kota/news/boncengan-sepeda-motor-tebar-kip/416355/2017/09/16

Tentang dr.Sofyan Tan

Kenal Lebih Jauh Seputar Profil dr.Sofyan Tan
 Profil Dr.Sofyan Tan

  keterangan

 Official Facebook FanPage

  keterangan

 Official Twitter

  keterangan's.

 Official Youtube Channel

  keterangan's.

Kerja Nyata Untuk Indonesia

Our process on creating awesome Indonesia.

17

Organisasi Tergabung

5

Penghargaan Diraih

7

Buku Menginspirasi

25

Tokoh Inspirasi